Karakteristik Iklim, Flora, dan Fauna di Semarang

Karakteristik Iklim, Flora, dan Fauna di Semarang

0 comments

Semarang yang dikenal dengan kota plat H, menyimpan kekayaan alam yang dipengaruhi oleh iklim tropis khas. Dengan curah hujan tahunan rata-rata sekitar 2.000 mm, kelembapan udara mencapai 80%, dan suhu rata-rata berkisar antara 25°C hingga 28°C, wilayah ini menghadirkan ekosistem unik yang mendukung tumbuhan seperti bakau dan hewan endemik seperti burung kuntul perak.

Namun, ancaman dari urbanisasi dan perubahan iklim, seperti kenaikan suhu dan perubahan pola hujan, menguji ketahanan biodiversitas lokal. Bagaimana kondisi alam ini dapat terus dijaga di tengah tekanan modernisasi? Mari kita eksplorasi lebih dalam.

Bagaimana Kondisi Iklim Semarang?

Semarang beriklim tropis dengan dua musim utama: musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan biasanya berlangsung dari November hingga April, sementara musim kemarau terjadi antara Mei dan Oktober.

Suhu rata-rata tahunan di Semarang berkisar antara 25°C hingga 28°C, dengan suhu minimum dapat mencapai 22°C pada bulan-bulan terdingin seperti Januari, dan suhu maksimum hingga 34°C pada bulan-bulan terpanas seperti September. Kelembapan udara relatif tinggi sepanjang tahun, mencapai sekitar 80%.

Iklim tropis ini memberikan dampak signifikan terhadap fenomena rob yang sering terjadi di Semarang. Suhu tinggi dan perubahan pola hujan akibat perubahan iklim telah meningkatkan frekuensi dan intensitas banjir rob.

Hal ini diperparah oleh penurunan muka tanah di beberapa area serta kenaikan permukaan air laut akibat pemanasan global.

Bagaimana Flora dan Fauna di Semarang?

Keanekaragaman hayati Semarang mencakup berbagai jenis flora dan fauna yang memiliki nilai ekologis tinggi. Menurut penelitian dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), flora khas seperti pohon asam jawa (Tamarindus indica) masih dapat ditemukan di beberapa kawasan hijau di sekitar Semarang, meskipun populasinya menurun akibat urbanisasi.

Jacaranda (Jacaranda mimosifolia), meski bukan asli Indonesia, kini menjadi salah satu tanaman yang mendukung penghijauan kota salah satunya adalah ditanam di Taman Madukoro.

Fauna lokal seperti burung kuntul perak (Egretta garzetta) masih dapat ditemukan di kawasan pesisir dan lahan basah, meski habitatnya terancam akibat kerusakan mangrove.

Menurut laporan WWF Indonesia, spesies seperti monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang menghuni kawasan hutan di sekitar Semarang masih bertahan, tetapi menghadapi tekanan akibat fragmentasi habitat.

Beberapa spesies ini, meskipun belum punah, berada dalam kondisi rentan terhadap perubahan lingkungan dan membutuhkan upaya konservasi berkelanjutan.

Berapa Curah Hujan di Semarang?

Curah hujan tahunan di Semarang memiliki variasi yang cukup signifikan, dengan rata-rata mencapai 2.000 mm per tahun. Curah hujan tertinggi biasanya terjadi di bulan Januari dan Februari, dengan angka yang dapat mencapai hingga 400 mm di beberapa wilayah seperti kawasan Semarang atas yang berbatasan dengan Ungaran.

Sebaliknya, curah hujan terendah terjadi di bulan Agustus dan September, di mana angka curah hujan dapat turun hingga di bawah 50 mm, terutama di wilayah pesisir seperti Semarang Barat.

Menurut penelitian dari BMKG, variasi curah hujan ini dipengaruhi oleh perbedaan topografi antara daerah dataran rendah dan dataran tinggi di Semarang.

Berapa Kelembapan Udara Rata-rata di Semarang?

Kelembapan udara rata-rata di Semarang cukup tinggi, sekitar 80% sepanjang tahun, dengan variasi kelembapan minimum dan maksimum yang berkisar antara 70% hingga 90%. Wilayah pesisir, seperti Semarang Barat dan Pelabuhan Tanjung Emas, cenderung memiliki kelembapan lebih tinggi karena kedekatannya dengan laut, sedangkan daerah dataran tinggi seperti Banyumanik memiliki kelembapan yang sedikit lebih rendah.

Menurut penelitian BMKG, kelembapan tinggi di daerah pesisir ini menciptakan habitat ideal untuk flora seperti mangrove dan fauna seperti burung air, sementara daerah yang lebih kering mendukung jenis tumbuhan dan hewan yang lebih adaptif terhadap kondisi rendah kelembapan.

Namun, perbedaan ini juga memengaruhi distribusi ekosistem, dengan wilayah yang lebih lembap rentan terhadap ancaman rob dan degradasi habitat akibat aktivitas manusia.

Bagaimana Biodiversitas Semarang?

Semarang memiliki biodiversitas yang kaya yang tercermin dalam kawasan hutan, pesisir, dan ekosistem buatan. Berdasarkan penelitian dari berbagai sumber, biodiversitas ini tidak hanya mencakup flora dan fauna, tetapi juga mencakup elemen penting lainnya seperti jamur, lumut, dan mikroorganisme.

Jamur dan lumut di kawasan mangrove berperan dalam menjaga siklus nutrisi, sementara mikroorganisme seperti fitoplankton dan bakteri tanah memainkan peran krusial dalam mendukung kehidupan ekosistem.

Menurut Dr. Lestari dari Universitas Diponegoro, kesehatan ekosistem di Semarang berada pada tingkat yang mengkhawatirkan. Polusi dari aktivitas industri serta sedimentasi di wilayah pesisir telah menurunkan keberadaan mikroorganisme penting seperti diatom, fitoplankton, dan bakteri nitrifikasi.

Mikroorganisme ini memiliki peran kunci dalam siklus nutrisi, seperti penguraian bahan organik dan mendukung rantai makanan di ekosistem laut. Penelitian menunjukkan bahwa penurunan populasi mikroorganisme ini berdampak langsung pada produktivitas ekosistem, seperti berkurangnya hasil tangkapan ikan dan menurunnya kualitas air.

Data juga menunjukkan bahwa wilayah pesisir yang tercemar memiliki konsentrasi fitoplankton yang lebih rendah, yang memengaruhi keseimbangan ekosistem secara keseluruhan.

Oleh karena itu, diperlukan tindakan konservasi berbasis penelitian untuk memulihkan populasi mikroorganisme ini dan mempertahankan keberlanjutan ekosistem Semarang.

Bagaimana Pengaruh Iklim terhadap Flora dan Fauna?

Iklim tropis dengan curah hujan tinggi mendukung pertumbuhan vegetasi lebat yang menjadi habitat bagi berbagai fauna, seperti burung air dan reptil di kawasan pesisir. Berdasarkan laporan WWF Indonesia, peningkatan suhu akibat perubahan iklim telah menyebabkan percepatan degradasi ekosistem mangrove di Semarang.

Hal ini diperparah oleh perubahan pola curah hujan yang tidak menentu, meningkatkan risiko kekeringan di wilayah dataran tinggi dan banjir di dataran rendah, terutama di wilayah pesisir. Kondisi ini memicu migrasi spesies seperti burung kuntul perak (Egretta garzetta) ke habitat yang lebih stabil, dan beberapa spesies lain menghadapi tekanan besar untuk bertahan.

Penelitian dari Universitas Diponegoro juga menunjukkan bahwa ekosistem Semarang membutuhkan intervensi segera, mengingat banyak spesies lokal mulai kehilangan daya adaptasi terhadap perubahan lingkungan yang cepat.

Apa Saja Tumbuhan Endemik Semarang?

Flora Semarang

Beberapa tumbuhan endemik yang ditemukan di Semarang antara lain:

  • Pohon Asam Jawa (Tamarindus indica): Tumbuhan ini sering ditemukan di kawasan dataran rendah Semarang. Buahnya digunakan sebagai bahan masakan tradisional dan memiliki nilai ekonomi tinggi.
  • Jacaranda (Jacaranda mimosifolia): Meski bukan asli Indonesia, pohon ini banyak ditanam di ruang hijau kota untuk mempercantik lingkungan dengan bunganya yang berwarna ungu.
  • Pohon Tanjung (Mimusops elengi): Dikenal dengan bunga kecilnya yang harum, pohon ini sering digunakan sebagai peneduh di taman dan jalan-jalan di kota.
  • Kantil (Michelia alba): Pohon ini memiliki bunga putih harum yang digunakan dalam upacara adat dan keagamaan.
  • Soga (Peltophorum pterocarpum): Pohon ini sering ditemukan di area taman kota Semarang karena bunganya yang berwarna kuning cerah dan tahan terhadap polusi.

Apa Saja Hewan Endemik Semarang?

Fauna Semarang

Beberapa hewan endemik yang ditemukan di Semarang antara lain:

  • Burung Kuntul Perak (Egretta garzetta): Spesies burung air ini biasanya ditemukan di kawasan lahan basah dan mangrove. Mereka berperan penting dalam ekosistem pesisir dengan membantu mengendalikan populasi serangga dan ikan kecil.
  • Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis): Hewan ini sering dijumpai di hutan-hutan di sekitar Semarang. Mereka merupakan indikator kesehatan hutan karena tergantung pada keberadaan pohon dan buah-buahan untuk kelangsungan hidup.
  • Elang Jawa (Nisaetus bartelsi): Burung pemangsa ini merupakan spesies yang terancam punah. Elang Jawa masih dapat ditemukan di daerah perbukitan sekitar Semarang, meskipun jumlahnya semakin berkurang akibat hilangnya habitat.
  • Kijang (Muntiacus muntjak): Mamalia ini hidup di kawasan hutan dataran tinggi. Mereka penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem melalui penyebaran biji dari tumbuhan yang mereka makan.
  • Trenggiling (Manis javanica): Spesies pemakan serangga ini memiliki peran vital dalam mengontrol populasi rayap dan semut. Namun, keberadaan mereka terancam oleh perburuan ilegal dan hilangnya habitat di Semarang.

Mengapa Semarang Sering Terjadi Rob?

Banjir rob di Semarang merupakan fenomena kompleks yang dipicu oleh interaksi antara faktor alami dan aktivitas manusia. Penurunan muka tanah yang mencapai rata-rata 10 cm per tahun, menurut penelitian dari Institut Teknologi Bandung (ITB), terutama disebabkan oleh ekstraksi air tanah yang tidak terkendali.

Kenaikan permukaan air laut akibat pemanasan global menambah tekanan pada wilayah pesisir, dengan tingkat kenaikan mencapai 3 mm per tahun berdasarkan laporan IPCC.

Selain itu, siklus pasang surut bulanan memperbesar dampak banjir rob, terutama di kawasan Pelabuhan Tanjung Emas. Perubahan iklim, seperti peningkatan suhu global yang memicu intensitas cuaca ekstrem, juga berkontribusi memperburuk kondisi ini dengan mempercepat laju erosi dan kerusakan infrastruktur di wilayah pesisir Semarang.

Semarang adalah contoh nyata bagaimana kekayaan alam dan keanekaragaman hayati dapat bertahan di tengah berbagai tekanan. Di sisi lain, tantangan besar seperti perubahan iklim dan urbanisasi menunjukkan perlunya kolaborasi yang kuat antara berbagai pihak.

Dengan memadukan upaya konservasi dan inovasi dalam pengelolaan lingkungan, masa depan ekosistem Semarang dapat tetap terjaga, memastikan generasi mendatang dapat menikmati manfaat dan keindahannya.

Related Posts

Leave a Comment